Jangan Tergesa-gesa

SandglassApa yang pertama kita lakukan saat bangun tidur pada pagi hari? Menarik tirai jendela, memeluk pasangan kita atau bantal guling? Turun dari tempat tidur dan melakukan push-up sepuluh kali untuk melancarkan peredaran darah kita? Tentu saja tidak. Hal pertama yang kita lakukan, seperti yang dilakukan oleh hampir setiap orang, adalah melihat jam. Dari tempatnya di atas sebuah meja kecil, disisi tempat tidur kita jam beker mengendalikan tindakan kita. Dia tidak hanya memberi tahu dimana posisi waktu kita di hadapan sisa waktu hari itu, akan tetapi juga bagaimana kita menanggapinya. Jika saya lihat waktu masih pagi sekali, saya kembali memejamkan mata dan berusaha tidur lagi. Jika sudah terlambat, saya segera meloncat dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi.

Sejak saat pertama terjaga, waktulah yang membuatkan keputusan untuk saya. Kita bergegas, bergerak dengan tergesa-gesa dari satu janji dan target berikutnya. Demikianlah seterusnya sepanjang hari. Setiap momen tercatat dalam sebuah jadwal. Kemanapun kita memandang, ke meja kecil disamping tempat tidur kita, ke kedai kopi, ke pojok bawah layar komputer, atau bahkan ke pergelangan tangan sendiri—jam-jam itu terus berdetak memberi arah kemana dan kapan harus bergerak. Jam-jam itu tidak pernah lelah mengingatkan agar jangan sampai kita terlambat. (Carl Honore, In Praise of Slow, B First, Yogya, 2006)

Lalu kita pun jadi tergesa-gesa dan memberikan seluruh hidup kita untuk kerja dan kerja. Tersenyum kepada anak dan istri pun sedemikian tergesa-gesa, bahkan beribadah kepada Allah pun dilakukan dengan tergesa-gesa. Ketahuilah bahwa ketergesaan membuat kita jadi mudah stress, gampang panik, dan pemarah.

Ketergesaan bermula dari obsesi kita mendapatkan sesuatu secara lebih cepat. Obsesi berlebihan membuat kita berpikir tidak wajar. Korupsi dilakukan agar kita kaya secara cepat, praktik suap dilakukan agar KTP (atau surat-surat lain) selesai lebih cepat, jual diri pun dilakukan agar kita bisa sukses lebih cepat.

Semua ada waktunya, bertindaklah perlahan seperti matahari yang tidak pernah lebih cepat terbit atau tenggelam. Apabila matahari terbit lebih cepat, bencana akibatnya. Begitupun jika kita sukses terlalu cepat, niscaya ada bencana yang muncul, walaupun kita tidak menyadarinya.

Ketergesaan dapat muncul dari kesalahan pengaturan waktu. Kesalahan ini muncul dari kekeliruan menganggap suatu aktivitas. Ada dua jenis aktivitas hidup, yang mendesak dan yang penting.

Hidup ini dipenuhi aktivitas:

a) yang penting dan mendesak,

b) yang penting tapi tak mendesak,

c) yang tidak penting tapi mendesak,

d)  yang tidak penting dan tidak mendesak.

Menonton TV tidaklah penting, juga tidak mendesak; tapi kadang-kadang menjadi pilihan utama. Akhirnya, pekerjaan yang sebenarnya penting dan mendesak kehabisan waktu, lalu jadilah kita tergesa-gesa. So, berilah porsi waktu yang tepat untuk aktivitas kita.

Demi waktu Ashar, sesungguhnya manusia merugi. Kecuali orang yang beriman dan beramal saleh, dan saling menasihati dalam kebaikan, dan saling menasihati dalam kesabaran. (Qs. Al-‘Ashr [103] : 1-3)

“Jika kamu berada dalam keadaan tubuh yang sehat, keamanan terjaga, dan ada makanan untuk hari itu, kamu sudah memiliki semua dunia.” (HR. Ibnu Majjah)

Dalam riwayat lain, beliau bersabda, “Hendaklah kamu puas dengan apa yang telah Allah bagikan untuk kamu, kamu akan menjadi manusia yang paling kaya.”

Abraham Maslow memberikan kita latihan syukur, “Hanya satu yang harus Anda lakukan: Pergilah ke rumah sakit dan dengarkan semua nikmat yang sederhana yang sebelumnya tidak pernah disadari orang-orang sebagai nikmat—bisa buang air, tidur di samping pasangan, bisa menelan, menggaruk yang gatal, dan seterusnya. Dapatkah latihan kemalangan lebih cepat menyadarkan kita akan semua nikmat?”

Alan Thein Durning (ahli ekologi) menulis, “pada akhirnya, menerima dan hidup secukupnya dan tidak berlebihan akan mengembalikan kita  kepada apa yang secara kultural kita sebut tanah air umat manusia: ketenteraman keluarga, masyarakat, kerja baik, dan kehidupan yang baik.”

M.J. Ryan menemukan kedahsyatan The Power of Patience, “Penelitian saya tentang rasa syukur, kesadaran tentang apa yang telah kita terima, mendorongku secara alamiah kepada kedermawanan, memberikan diri kita dan sumber daya kita kepada orang lain, dalam The Giving Heart, kemudian membawaku secara alamiah kepada kesabaran. Karena semakin bagus kita membina kesabaran, semakin bahagia dan semakin tenang diri kita, bahkan ketika dunia tidak berjalan seperti yang kita kehendaki. Dengan menggunakan sedikit kesabaran, saya dapat menunggu lebih tenang selama lima menit untuk mendapat giliran, membayar di tempat fotokopi. Saya tidak punya lagi perasaan negatif seperti jengkel dan marah, dan saya pun tidak lagi mengganggu orang lain di tempat perbelanjaan. Tekanan darah saya tetap rendah dan sistem imun saya tetap kuat. Saya merasa lebih puas, bahkan ketika “menunggu”.

Sungguh, makin lama saya mempelajari dan mempraktikkan kesabaran, saya semakin sadar bahwa kesabaran adalah faktor penting untuk menentukan apakah kita ingin kuat dengan kehidupan. Kesabaran menyebabkan kita mampu mengendalikan diri, kemampuan untuk berhenti dan berada pada masa kini. Dari tempat itu, kita dapat mengambil pilihan yang bijaksana. Kesabaran membantu kita untuk lebih penyayang kepada orang lain, lebih tenteram dalam menghadapi guncangan hidup dan lebih mampu memperoleh apa yang kita inginkan. Kesabaran membuahkan kedewasaan dan kearifan: hubungan yang lebih sehat, kualitas kerja yang lebih tinggi, dan ketenangan jiwa.”

Rasulullah bersabda, “Barang siapa melatih dirinya untuk bersabar, niscaya Allah akan memberinya kekuatan untuk bersikap sabar.” Umar bin Khaththab menyatakan, “Hanya dengan berbekal kesabaran, kita dapat meraih kehidupan yang baik.”

Seorang penyair berdendang:

Kuraih kejayaan dengan langkah merayap,

sedang mereka yang jalan cepat telah kepayahan

dan menyerah sebelum sampai di tujuan.

______________

Sumber: Qamaruzzaman Awwab, La Tahzan for Teens; Menjadi Remaja Bebas Stres ‘N Selalu Happy, Bandung: DAR! Mizan, 2008

One thought on “Jangan Tergesa-gesa

Tanggapan Anda: